Connect with us

Bitcoin News

Narasi Bitcoin dan Panik Corona

Published

on

Apapun bentuk narasi Bitcoin yang Anda simpan dan Anda harapkan, tetap saja panik Corona menjadikannya tak pasti. Tak ada konstanta (nilai baku) di Bitcoin. Tetapi, bergaul dengan sejumlah penghayat Bitcoin, Anda akan menemukan narasi utama ini: saat-saat seperti itulah tujuan aset kripto itu dibuat.

OLEH: Vinsensius Sitepu
Pemimpin Redaksi Blockchainmedia.id

Kalimat ini sangat bermakna: “kepanikan virus Corona tidak peduli dengan narasi Bitcoin Anda.” Ketika virus Corona di Tiongkok mereda, lalu menyebar masif di negara lain, termasuk Amerika Serikat (AS), masih ada yang berpendapat bahwa saham akan runtuh dan Bitcoin sebaliknya.

Namun, yang terjadi tidak diduga, kedua instrumen bernilai itu sama-sama jatuh. Kita pun menghabiskan waktu dengan neraka pada 12-13 Maret 2020 lalu. Ambyar!

Melihat sejumlah sinyal eksternal, beberapa jam sebelum harga Bitcoin jatuh, saya menulis tulisan ini: Bitcoin Undur Diri, Sekian dan Terima Gaji.

Pun tepat ketika Bitcoin menyentuh kisaran Rp64.992.000 per Bitcoin, naluri spekulasi saya membuncah. Saya pun masuk membeli Bitcoin setara Rp747.757. Jadilah saya dapat Bitcoin di harga sangat murah 0,01150536 BTC. Asyik!

Namun, situasi itu tak lama berlangsung, hingga Kamis, 19 Maret lalu. Indeks saham di AS terjepit menguat tipis, sedangkan Bitcoin melesat lebih dari 50 persen. Jadilah saya menjual Bitcoin itu di harga Rp93 juta per BTC pada 19 Maret 2020. Asyik! (lagi). Sejak itu, harga Bitcoin terus melambung di atas Rp100 juta.

BERITA TERKAIT  Bitcoin Bisa sebagai Safe Haven Asalkan…

Advertisement

Sekali lagi, ini tak diduga, tapi patut ditafsirkan, bahwa arus uang lebih banyak mengalir ke Bitcoin, sebagian ke emas dan sebagian lagi di saham.

Tentu ini mengingatkan kita kembali ke pesan masa lalu oleh Satoshi Nakamoto, ketika ia menciptakan Bitcoin. Ketika itu di masa-masa krisis 2008-2009.

Dia menulis pesan ini dalam blok transaksi perdana Bitcoin pada 4 Januari 2009: “The Times 03/Jan/2009 Chancellor on the brink of a second bailout for banks.” Pesan itu, mengutip judul berita utama (headline) surat kabar Inggris, The Times, ketika Bank Sentral Inggris memutuskan memberikan dana talangan kepada bank-bank yang sedang bangkrut.

A Deep Dive Into Satoshi's 11-Year Old Bitcoin Genesis Block

Image result for Chancellor on the brink

Satoshi Nakamoto tidak pernah menjelaskan apa arti pesan ini. Namun, sulit untuk tidak melihat bahwa Bitcoin adalah reaksi terhadap krisis keuangan global di kala itu, yang dimulai pada September 2008.

“Kita akan terkejut ketika Bitcoin turun di situasi seperti ini. Kita berharap sebaliknya,” kata Brian Armstrong, CEO Coinbase di Twitter pada 9 Maret 2020. Beberapa hari setelah itu, 12-13 Maret 2020, Bitcoin terbantai, kehilangan nilainya lebih dari 40 persen.

Namun, kurang dari 7 hari, pada 19 Maret 2020 malam hari, Bitcoin terbang ke angkasa, naik lebih dari 50 persen. Impas!

Dalam praktiknya, seperti kita ketahui bersama, Bitcoin terlalu lambat dan tidak efisien untuk bertindak seperti uang elektronik biasa, karena dia naik-turun lebih cepat daripada harga emas.

Sebaliknya, banyak penggemar dan penghayatnya saat ini melihatnya sebagai bentuk “emas digital.” Emas asli telah lama dianggap sebagai penyimpan nilai yang andal, dan investor cenderung melihatnya sebagai bentuk asuransi terhadap penurunan ekonomi.

Jadi, dalam usianya masih muda itu, Bitcoin telah berubah dari aset yang sangat tidak jelas, yang sebagian besar dimiliki oleh orang sangat percaya menjadi “sekadar aset keuangan lainnya.”

Mengingat krisis keuangan global terbaru, Bitcoin mungkin tidak terlihat seperti tempat yang aman. Tetapi dalam konteks lain, seperti di negara-negara dengan inflasi tinggi, seperti Venezuela, Bitcoin adalah sebaliknya, setidaknya dibandingkan dengan mata uang nasional.

Mari kita berandai-andai. Satu dekade dari sekarang, seberapa berbedakah Bitcoin akan terlihat sebagai aset? Akankah masih lebih seperti emas digital daripada uang digital?

Siapa yang akan berinvestasi di dalamnya, dan mengapa? Apakah Bitcoin terikat untuk terus berubah bersama dengan faktor-faktor itu? Begitu juga gagasan tentang peran yang dapat dimainkannya bagi investor dan di masyarakat, “safe haven” atau tidak?

Pun setelah Halving, masih banyak pertanyaan yang terus menghujam kita, karena Bitcoin belum pernah melalui masa-masa kritis absolut seperti ini. Sebuah pelajaran untuk masa depan. Dan semoga para penambang Bitcoin masih kuat mental dan kuat modal. [vins]

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Popular