Bitcoin News
Nic Carter: Kenaikan Harga Bitcoin karena Potensi Inflasi
Nic Carter, tokoh pendukung Bitcoin dari Castle Island Ventures menegaskan, bahwa kenaikan harga Bitcoin hingga US$18.000 per BTC karena potensi inflasi yang terjadi di masa depan.
“Ya, memang banyak orang saat ini fokus pada dampak inflasi yang mungkin terjadi 10 tahun ke depan, akibat bertambahnya pasokan uang dolar AS. Bitcoin pun dipandang sebagai aset untuk melindungi nilai uang dari inflasi itu,” jelas Carter dalam wawancara di Bloomberg, Kamis (19/11/2020).
Bagi Carter, inflasi memang berdampak pada kenaikan nilai aset kripto, termasuk Bitcoin, sebagaimana wacana umum yang mengemuka di komunitas aset kripto itu sendiri, karena Bitcoin yang jumlahnya kian langka, dianggap sebagai alat untuk melindungi nilai uang akibat inflasi.
Dia tak menampik kenyataan, semakin banyak jumlah investor yang sadar dan peduli terhadap Bitcoin dan berinvestasi terhadapnya, walaupun sebenarnya inflasi besar di masa depan belumlah pasti.
Baca Juga: XRP Memasuki Siklus Bull Baru yang Bisa Membawanya Melonjak Menuju $1
“Keadaan ekonomi makro yang penuh ketidakpastian dan ketakutan akan munculnya suku bunga negatif dan inflasi adalah pendorong utama kenaikan harga Bitcoin. Faktor eksternal itu, yang jauh lebih menarik dan terkadang terlalu diremehkan,” katanya.
“Kali terakhir kita melihat bull run seperti ini adalah pada tahun 2017. Ketika itu sangat sulit bagi investor institusi untuk mengukur nilai asli aset kripto itu, termasuk mengakses sejumlah alat yang tepat untuk mengambil keputusan berinvestasi. Pun dapat dikatakan tidak ada sama sekali. Kalau pun ada, kurang bisa dipercaya. Satu-satunya yang besar dan mendukung investor besar masuk ke Bitcoin adalah CME, tetapi mereka muncul di ujung, ketika Bitcoin sudah terlebih dahulu terjun dari kisaran US$19-20 ribuan per BTC. Hari ini, produk investasi Bitcoin oleh CME itu justru sangat likuid,” kata Carter.
Ucap Cater lagi, dan selama 3 tahun terakhir inilah banyak perusahaan besar menyediakan banyak tools dan beragam layanan agar investor besar bisa lebih banyak mengalirkan modalnya ke Bitcoin.
“Layanan itu mempermudah mereka,” kata Carter.
Carter juga setuju dengan pendapat bahwa skema Initial Coin Offering (ICO) yang dulu sempat ranum, mulai tahun ini akan pudar. Khususnya di Amerika Serikat (AS) itu akan terjadi, karena SEC sudah sangat-sangat tegas mengawasi dan menindak sejumlah kasus buruk, dampak dari ICO itu.
“Lagipula, harga aset kripto hasil dari ICO jauh lebih volatil daripada Bitcoin itu sendiri,” imbuhnya.
Baca Juga: Amankah Bitcoin Jika Komputasi Kuantum Semakin Canggih?
Bitcoin Tumbangkan Kinerja Emas
Fakta utama yang tak dapat dipungkiri adalah, emas yang dianggap unggul sebagai aset penjaga nilai uang, justru kalah telah dibandingkan Bitcoin.
Per 19 November 2020, pukul 14:54 WIB, sepanjang tahun ini, emas hanya sanggup tumbuh 22,4 persen. Sedangkan Bitcoin melejit 142 persen, memuncak lebih dari US$18.000 per BTC belum lama ini.
Dolar AS yang diprediksi justru akan ambruk pasca pemulihan pandemi COVID-19, di rentang waktu serupa sudah minus 4,18 persen.