Blockchain

Kisah “Cuan” Block Producer Blockchain Vexanium

Published

on

Saya mengikuti langkah-langkah awal Vexanium pada tahun ia berdiri, 2018. Saya berkenalan dengan Danny Baskara dan kawan-kawan di Hong Kong dan bersua kembali sebanyak dua kali di Kota Medan. Ketika itu, tahun 2018, aset kripto Vex masih “menumpang” di blockchain Achain, hingga Danny dan kawan-kawan memutuskan untuk “merdeka” dan membuat blockchain sendiri yang juga berbasis Delegated Proof-of-Stake (DPoS), generasi baru dari PoS (Proof-of-Stake), seperti Achain.

Yang disebut merdeka tentu saja ada tujuan dan jurus utamanya. Sebagaimana perusahan rintisan lain membuat blockchain sendiri, seperti Binance dan Tron, Vexanium ingin lebih bebas menentukan karakteristik blockchain yang memang benar-benar dibutuhkan oleh industri di masa depan, yang lebih transparan, terbuka, dan murah. Lagipula Vexanium adalah karya pemuda Indonesia, dan tercatat sebagai teknologi blockchain pertama yang dibuat oleh anak bangsa.

Pun manfaat utama menggunakan DPoS tentu saja atas alasan skalabilitas yang lebih tinggi. Cukup sulit menyandarkan diri menggunakan Proof-of Work (PoW) seperti pada Bitcoin, Ethereum, Litecoin dan lain-lain. Toh, saking sulitnya mencapai skalabilitas dan interoperabilitas pada Ethereum, Vitalik Buterin dan kawan-kawan malah menyorongkan proposal menuju PoS alias Ethereum 2.0 pada tahun 2020 mendatang.

Skalabilitas dan interoperabilitas adalah masalah utama pada blockchain masa kini, selain tentu saja masalah keamanan. Itu yang disebut oleh Vitalik Buterin sebagai trilema, di mana teknologi blockchain yang mumpuni (didopsi luas dan menjadi mainstream), harus mampu menyeimbangkan ketiga hal itu.

Terkadang capaian skalabilitas yang baik, bisa jadi mengorbankan keamanan dan sifat desentralistik blockhain itu, seperti pendekatan Layer 2 (sidechain/off-chain) pada blockchain Ethereum.

Pun, dalam skala tertentu sistem PoS ataupun dPOS bisa berdampak pada tingkat keamanannya, terlebih-lebih ketika jumlah penggunanya semakin banyak. Semakin popular blockchain tersebut, karena melibatkan value yang sangat melimpah, pada saat yang bersamaan pula, blockchain tersebut jadi sasaran pada penjahat.

Prinsip Dasar PoS dan DPoS
Definisi PoS adalah berpangkal dari konsep staking of asset (jumlah kepemilikan aset kripto) dalam memvalidasi dan mengonfirmasi setiap transaksi pada setiap blok di blockchain.

BERITA TERKAIT  KYC dan AML di Binance akan Lebih Ketat

Semakin banyak jumlah aset yang dikumpulkan dan disimpan (staking), maka ia berhak dan berpeluang lebih besar untuk memvalidasi transaksi dan mendapatkan imbalan dari pekerjaan itu (validator). Dalam ranah blockchain berhaluan PoS dan DPoS, ini lazim disebut sebagai block producer (BP), demikian pula pada blockchain Ethereum.

Ini berbeda dengan algoritma konsensus PoW pada blockchain Bitcoin dan Ethereum. Proses validasi dan verifikasi transaksi pada sistem itu disebut sebagai mining (menambang). Para Miner (penambang) di Bitcoin misalnya, yang jumlahnya mencapai ribuan tak perlu mengumpulkan aset kripto sebanyak mungkin untuk bisa memvalidasi transaksi, sekaligus mendapatkan imbalan berupa unit Bitcoin baru setiap 10 menit.

Miner cukup punya kartu grafis atau ASIC ber-hash rate tinggi dengan jumlah yang banyak. Semakin tinggi hash rate-nya, maka semakin besar peluangnya “menemukan block” untuk memvalidasi transaksi di dalamnya.

Tetapi, sistem PoW memerlukan biaya yang besar, khususnya biaya listrik untuk mentenagai ribuan VGA ataupun perangkat ASIC Miner dalam proses miningtersebut. Karena itu pulalah transaksi per detik yang bisa dikelolanya sangat kecil.

Jadi, PoS dan DPoS adalah alternatif untuk berperan sebagai validator transaksi di blockchain sekaligus sebagai alternatif mendapatkan pemasukan uang dengan modal yang relatif terjangkau. Terlebih-lebih transaksi di sistem PoS dapat dikelola ribuan kali lebih banyak dan lebih cepat.

DPoS Vexanium
Validator di blockchain Vexanium disebut dengan Block Producer (BP), satu istilah yang mirip pada blockchain EOS dan Tron. Vexanium sendiri menggunakan varian terbaru dari sistem PoS, yakni Delegated Proof-of-Stake (DPoS). Dengan algoritma ini, hanya BP tertentu yang diperkenankan memvalidasi block, yakni sejumlah BP yang berada di peringkat 21 besar. Seperti namanya, “delegated“, keikutsertaan ekosistem dalam produksi block diwakili oleh 21 BP tersebut.

Syarat dan Cuan sebagai BP
Berdasarkan penuturan salah seorang pengelola BP Vexanium, untuk menjadi BP perlu beberapa syarat. Pertama, harus menyewa layanan komputasi awan (cloud) yang spesifikasi minimalnya telah ditentukan oleh Vexanium.

Menurut Asep Ekas Somantri, pengelola 3 BP, yakni “ekasepbanjar“, “byuindonesia” dan “zakatbulanan“, dia harus menyeluarkan biaya sewa satu layanan Virtual Private Server (VPS) setidaknya Rp200.00 per bulan. Jadi dengan satu satu layanan VPS itu mewakili 1 BP Vexanium. Jadi, setiap bulan Asep harus mengeluarkan biaya sekitar Rp600 ribu untuk sewa VPS.

BERITA TERKAIT  Forum Blockchain Life 2019 Digelar 16-17 Oktober di Moskow

Kedua, Asep harus menyimpan minimal 1000 unit VEX untuk setiap BP yang dikelolanya. Dengan harga VEX saat ini Rp47,8 per unit, maka satu BP diperlukan VEX senilai Rp47.837.

Ketiga, setiap BP akan mendapatkan reward (imbalan) atas jasanya sebagai validator jaringan blockchain Vexanium. Menurut Asep dia bisa mendapatkan imbalan, berupa VEX dan lebih dari cukup menutup pengeluaran sewa VPS per bulan.

“Dengan asumsi harga VEX stabil di Rp50 dan imbalan yang saya peroleh sekitar 300 VEX per hari, maka itu setara dengan 9.000 VEX per bulan atau sekitar Rp450.000. Dikurangi pengeluaran Rp200.000 per bulan, maka laba bersihnya adalah Rp250.000 per bulan dikali 3 BP=Rp1.500.000. Jikalau harga VEX naik, maka laba bersih itu meningkat pula,” kata Asep. Pendapatan lain sebagai BP adalah akan mendapatkan imbalan berupa VEX maksimal 5 persen per tahun dari jumlah VEX yang di-staking.

Keempat, berperan sebagai BP adalah perlombaan agar terus bisa memproduksi block setiap detiknya. Agar BP bisa memvalidasi block, peringkat BP itu harus berada di 21 besar di antara BP yang lainnya. Saat ini ada 54 BP yang terdaftar. Artinya, jikalau posisi satu BP di bawah 21, misalnya di 22 atau 30, maka ia tidak berhak memproduksi block (memvalidasi). Jadi, setiap pengelola BP harus terus berada di peringkat 21 besar itu.

Nah, agar peringkat BP senantiasa di 21 besar, maka BP harus mendapatkan votingsebanyak mungkin dari pengguna VEX lainnya. Semakin banyak voting terhadap BP, maka semakin besar pula terus berada di peringkat 21 besar. Oleh BP, setiap voterjuga akan diberikan imbalan berupa VEX dengan besaran tertentu.

BERITA TERKAIT  Petuah Dewa Kriptografi kepada Bos Facebook

Salah satu BP lain yang kerap berada di 21 besar di posisi teratas, yakni “Arthawijaya5” yang dikelola oleh Artha Wijaya misalnya mewajibkan para voter“mem-vote” senilai 100.000 VEX (saat ini setara dengan Rp4.823.855). Imbalan itu dibagikan setiap tanggal 1 setiap bulan. Pada 10 sampai 26 Oktober 2019, misalnya Artha Wijaya menyebutkan total imbalan kepada voter senilai 170.000 VEX (setara Rp8 juta dengan harga hari ini). Itupun di luar bonus lainnya.

Di atas itu semua setiap BP punya cara tersendiri untuk mendapakan voter sebanyak-banyaknya. Jelas Artha, dia juga menggunakan strategi buy back VEX milik para voter.

Untuk urusan penghasilan, BP Arthawijaya5 bisa meraup penghasilan (estimasi) hingga 4.200 VEX per hari (sekitar Rp200 ribuan). Dengan asumsi pengeluaran sewa VPS Rp200.000 per bulan, maka Artha Wijaya setidaknya bercuanbersih hingga Rp5.800.000 per bulan. Cuan ini tentu saja akan naik nilainya, jikalau harga VEX di pasar juga naik.

Faktor dApp
Decentralized App (dApp) adalah faktor lain dari derajat popularitas sebuah blockchain. Semakin besar jumlah dApp dan aktif menggunakan blockchain Vexanium, maka semakin tinggi nilai teknologi blockchainnya dan berpotensi meningkatkan harga unit VEX di pasar, termasuk kapitalisasi pasarnya. Saat ini blockchain popular yang digunakan dalam dApp adalah Ethereum, EOS dan Tron. Ketiganya banyak digunakan dalam dApp berjenis game.

Selain dApp, tentu saja yang dikebut adalah penerapan pada sektor DeFi (Decentralized Finance), sebuah konsep layanan keuangan berbasis teknologi blockchain dan merupakan varian baru dari dApp itu sendiri.

Menurut CEO Vexanium Danny Baskara, saat ini pihaknya terus menggenjot jumlah dApp dan Defi yang menggunakan blockchain Vexanium. [vins]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Popular

Exit mobile version