Crypto
Nasib Ekosistem Kelembagaan Aset Kripto di Indonesia
Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mengabarkan angin segar dalam perkembangan industri aset kripto di Indonesia. Jumlah investor dan nilai transaksi di awal tahun 2022 meningkat cukup signifikan.
Plt Kepala Bappebti, Indrasari Wisnu Wardhana, mengatakan perdagangan aset kripto mengalami peningkatan signifikan. Hingga Februari 2022 transaksi aset kripto telah mencapai Rp 83,8 triliun dengan jumlah pelanggan 12,4 juta investor, meningkat dari pencapaian pada akhir tahun 2021 sebanyak 11,2 juta.
“Sampai dengan Februari 2022, transaksi aset kripto telah mencapai Rp83,8 triliun dengan jumlah pelanggan 12,4 juta orang atau bertambah 532.102 orang pelanggan dari 2021,” kata Wisnu saat menggelar rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI dikutip Antara, Kamis (25/3).
Ekosistem Kelembagaan Aset Kripto
Sayangnya di sisi lain, ekosistem kelembagaan aset kripto di Indonesia mulai dari bursa aset kripto, lembaga kliring berjangka, pengelola tempat penyimpanan, pedagang fisik aset kripto, dan bank penyimpan sebagai lembaga penyimpan dana pelanggan belum sepenuhnya ada.
Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) & COO Tokocrypto, Teguh Kurniawan Harmanda, melihat ini menjadi pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan bersama, baik itu asosiasi, pedagang, Bappebti dan stakeholder lainnya. Semua harus bersinergi untuk memperbaiki ekosistem kripto di Indonesia, sehingga tumbuh secara maksimal.
“Kami harap semua stakeholder bisa bersinergi untuk fokus pada pembentukan ekosistem perdagangan aset kripto. Minat masyarakat terhadap aset kripto memang faktanya terus meningkat. Hal ini tercermin dari jumlah investor dan transaksinya. Namun, harus diakui dalam pengelolaan industri belum sepenuhnya optimal,” ungkap pria yang akrab disapa Manda.
Baca juga: Pedagang Aset Kripto Siap Sambut Hadirnya Bursa Kripto di Indonesia
Konsekuensi Minimnya Ekosistem Lembaga Aset Kripto di Indonesia
Lebih lanjut, Manda mengungkap dengan adanya beberapa kelembagaan aset kripto ini sedikit banyak akan berpengaruh pada pertumbuhan dan penguatan industri.
“Kelembagaan seperti bursa aset kripto hingga lembaga kliring berjangka belum sepenuhnya ada. Lantas apa konsekuensinya? Industri aset kripto yang pasti akan terus berjalan, namun ibarat pergerakan mobil, ini masih dalam posisi gigi rendah, belum optimal melesat,” ungkapnya.
Manda mencontohkan hadirnya bursa kripto tentu sudah diharap-harapkan oleh para pedagang aset kripto. Penundaan bursa kripto sempat membuat keraguan di tengah masyarakat. Hadirnya lembaga itu memberikan kepastian bagi pedagang dan investor di dalam negeri.
Baca juga: Fantastis! Investor Kripto Indonesia Capai 12,4 Juta, Kalahkan Saham
“Selama, bursa kripto belum hadir, maka status para pedagang yang terdaftar masih dinyatakan sebagai calon pedagang aset kripto. Padahal, Indonesia merupakan salah satu basis investor kripto paling kuat di dunia,” tuturnya.
Keuntungan lain, adanya bursa akan mempercepat proses pelaporan antara pedagang kripto dengan Bappebti, sehingga cepat dan efisien. Selain itu, tentu meningkatkan kepercayaan investor hingga memudahkan pengaturan pajak.
Kemudian, adanya lembaga kustodian dan kliring diyakini akan membuat jumlah investor meningkat pesat, karena akan muncul level of confidence, bagi para masyarakat awam untuk melakukan investasi.
“Kami berharap semua stakeholder bersinergi untuk mempercepat kelengkapan ekosistem kelembagaan aset kripto di Indonesia. Tentu Kita tidak mau kehilangan potensi industri kripto dalam negeri, karena masyarakat lebih memilih untuk melakukan transaksi perdagangan di exchanger luar negeri,” pungkas Manda.
Baca juga: Kemendag Perketat Perdagangan Aset Kripto, Bikin Industri Sehat