Connect with us

Crypto

Bappebti: Aset Kripto Tidak Diatur Bisa Lemahkan Ekonomi Negara

Published

on

Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

Pertumbuhan industri investasi aset kripto di Indonesia semakin cepat. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) menyakini bahwa jika aset kripto tidak diatur bisa berdampak pada pelemahan ekonomi negara.

Plt Kepala Bappebti, Indrasari Wisnu Wardhana, mengatakan perdagangan aset kripto mengalami peningkatan signifikan, di mana pada 2021 mencapai nilai Rp 859,4 triliun dengan jumlah pelanggan sebanyak 11,2 juta orang atau meningkat 1.222,8 persen dibandingkan pada 2020 yang perdagangan asetnya sebesar Rp 64,9 triliun.

“Sampai dengan Februari 2022, transaksi aset kripto telah mencapai Rp83,8 triliun dengan jumlah pelanggan 12,4 juta orang atau bertambah 532.102 orang pelanggan dari 2021,” kata Wisnu saat menggelar rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI, Kamis (25/3).

Kepala Bappebti Indrasari Wisnu Wardhana. Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
Kepala Bappebti Indrasari Wisnu Wardhana. Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO

Baca juga: Nasib Ekosistem Kelembagaan Aset Kripto di Indonesia

Aset Kripto dan Dampaknya kepada Ekonomi Indonesia

Lebih lanjut, Wisnu mengatakan jika aset kripto tidak diatur bisa berdampak pada pelemahan ekonomi negara dan akan digunakan untuk transaksi ilegal. Masyarakat yang antusias dengan aset kripto akan lari ke platform perdagangan aset kripto atau exchange luar negeri.

“Apa keuntungannya buat negara dan ketahanan ekonomi? Bisa bayangkan Rp 859 triliun kalau tidak ada exchange (lokal) anak muda ini mau main di mana? Pasti main di luar (negeri), kalau main di luar tidak bisa pakai Rupiah harus cari Dolar. Berarti Rp 859 triliun akan menjadi Dolar. Dampaknya apa? Nilai tukar Rupiah menjadi melemah, karena permintaan akan Dolar meningkat,” ungkap Wisnu.

Wisnu menegaskan bahwa aset kripto telah diatur dan legal diperdagangkan di Indonesia sebagai komoditi sejak tahun 2019. Bahkan lembaga lainnya, Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, OJK, BIN, BNN dan BNPT sudah mengetahui aturan tentang aset kripto di Indonesia.

“Aset kripto ini sebenarnya mulai di tahun 2019, itu adalah hasil keputusan dari Rakor Menko, di situ dihadiri oleh Bank Indonesia, OJK, Kementerian Keuangan, BIN, BNN. Iya jadi awalnya ceritanya gini ada bawa aset kripto ini digunakan untuk mendanai kegiatan ilegal bukan seperti pendanaan terorisme dan transaksi narkotika,” jelasnya.

Advertisement
Ilustrasi Bappebti.
Ilustrasi Bappebti.

Baca juga: Indonesia Bisa Jadi Pusat Ekonomi Digital Dunia, Lewat Aset Kripto

Bank Indonesia dan OJK Setuju Bappebti Atur Aset Kripto

Sesuai Surat Menko Perekonomian Nomor S-302/M.EKON/09/2018 tanggal 24 September 2018 perihal Tindak lanjut Pelaksanaan Rakor Pengaturan Aset Kripto (Crypto Asset) Sebagai Komoditi yang Diperdagangkan di Bursa Berjangka.

Aset kripto tetap dilarang sebagai alat pembayaran, namun sebagai alat investasi dapat dimasukan sebagai komoditi yang dapat diperdagangkan di bursa berjangka. Dengan pertimbangan, karena secara ekonomi potensi investasi yang besar dan apabila dilarang akan berdampak pada banyaknya investasi yang keluar (capital outflow) karena konsumen akan mencari pasar yang melegalkan transaksi kripto.

“Sudah dirapatkan berkali-kali BI bilang ini bukan mata uang, kita semua setuju. Ini bukan mata uang berdasarkan Undang-undang Mata Uang hanya Rupiah mata uang yang berlaku di Indonesia. (aset kripto) sebagai pembayaran, OJK juga bilang ini juga bukan keuangan, kita juga setuju. Karena itu masuk sebagai komoditi,” ungkap Wisnu.

kemudian, aset Kripto terlebih dahulu akan diatur dalam Permendag sebagai komoditi yang diperdagangkan di Bursa Berjangka. Pengaturan lebih lanjut terkait hal-hal yang bersifat teknis serta untuk mengakomodir masukan-masukan dari Kementerian/Lembaga akan disusun aturan pelaksana dalam bentuk Peraturan Bappebti.

Baca juga: Aset Kripto Lokal Bisa Tingkatkan Potensi Perekonomian Digital RI

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Popular