Academy
Bank Indonesia Mau Rilis CBDC, Apa Itu Rupiah Digital?
Central Bank Digital Currency (CBDC) atau mata uang digital telah mencuri perhatian banyak bank sentral di berbagai negara, termasuk Indonesia. Keberadaan aset kripto juga melatarbelakngi bank sentral dalam menjajaki desain dan penerbitan CBDC.
Mayoritas bank sentral dunia telah mulai melakukan tahapan riset dan percobaan terkait desain CBDC sesuai dengan karakteristik negaranya masing-masing. Berbagai bank sentral berhati-hati dan terus mempelajari kemungkinan dampak dari CBDC tersebut, termasuk Indonesia.
Bank Indonesia terus mendalami CBDC dan akhir tahun ini berada pada tahap untuk mengeluarkan white paper pengembangan Rupiah Digital. Lantas, apa itu Rupiah Digital?
Daftar Isi
Apa Itu CBDC?
Sebelum melangkah lebih jauh membahas Rupiah Digital, sebaiknya kita tahu dulu apa itu CBDC? CBDC mewakili versi digital dari mata uang fiat suatu negara yang dikeluarkan oleh bank sentral masing-masing, baik itu menggunakan teknologi blockchain ataupun non-blockchain.
Secara tradisional, mata uang sebagian besar negara datang dalam bentuk uang kertas dan koin yang berfungsi sebagai alat pembayaran yang diterima secara umum di wilayah ekonomi. Namun, melalui kemajuan teknologi, penggunaan uang telah bergeser ke ranah digital.
Di permukaan, CBDC terlihat sangat mirip dengan uang digital saat ini, seperti yang ada di walllet GoPay, OVO, ShopeePay, Dana dan lainnya. Namun, mekanisme yang mendasarinya bekerja sangat berbeda.
Baca juga: Pemuda Indonesia Bobol Wallet Coinbase Raup Rp 16 M Ditangkap FBI
Berbeda dengan uang digital hari ini, CBDC mewakili kewajiban langsung bank sentral dan bukan bank komersial. Dengan demikian, mereka didasarkan pada kerangka kerja teknologi yang berbeda.
Meskipun tidak ada kerangka kerja umum untuk CBDC, sebagian besar penelitian dan eksperimen bank sentral berkisar pada teknologi yang diperkenalkan oleh Bitcoin pada tahun 2009.
Saat ini ada lebih dari 80 negara di seluruh dunia sedang meneliti atau mengembangkan CBDC, dan mereka berada di berbagai tahap proses. CBDC dapat menghasilkan transaksi yang jauh lebih cepat, lebih murah, dan lebih aman, yang menguntungkan semua orang yang terlibat.
“Dengan mengizinkan setiap individu untuk melakukan transaksi melalui CBDC akan sangat efisien dan hemat biaya dalam memediasi pembayaran antar bank dan transaksi pinjaman, mengurangi kebutuhan akan uang tunai, rekening bank tradisional, dan bahkan layanan pembayaran digital,” kata Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (ASPAKRINDO), Teguh Kurniawan Harmanda.
Apa Itu Rupiah Digital?
Bank Indonesia (BI) mengatakan terdapat perbedaan CBDC alias Rupiah Digital dengan uang elektronik atau e-money. Secara sederhana, uang elektronik didefinisikan sebagai alat pembayaran dalam bentuk elektronik di mana nilai uangnya disimpan dalam media elektronik tertentu.
Pengguna uang elektronik harus menyetorkan uangnya terlebih dahulu kepada penerbit dan disimpan dalam media elektronik sebelum menggunakannya untuk keperluan bertransaksi.
Sementara, CBDC adalah uang digital yang diterbitkan dan peredarannya dikontrol oleh bank sentral, dan digunakan sebagai alat pembayaran yang sah untuk menggantikan uang kartal. CBDC akan bertindak sebagai representasi digital dari mata uang suatu negara.
Baca juga: Bank Indonesia: Aset Kripto Ciptakan Inklusi Keuangan
Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Ryan Rizaldy, mengatakan perbedaan yang paling sederhana adalah Rupiah Digital diterbitkan Bank Indonesia selaku otoritas moneter, sementara uang elektronik bisa diterbitkan oleh pihak swasta atau lembaga non perbankan.
“Gampangnya kalau CBDC yang diterbitkan bank sentral. Kalau kartu debit itu uangnya bank umum. Kalau e-money, gopay, ovo ini kan diterbitkan lembaga non bank,” kata Ryan dalam Taklimat Media di Bali, Selasa (12/7).
Apa Keuntungan Rupiah Digital?
Ryan menjelaskan CBDC yang diterbitkan BI berisiko rendah. Oleh sebab itu, Rupiah Digital akan semakin dipercaya oleh masyarakat.
Di sisi lain, Rupiah Digital tidak akan menghilangkan keberadaan uang tunai dan uang elektronik. Rupiah Digital hanya akan menambah opsi transaksi selain dengan uang tunai dan uang elektronik. Harapannya, masyarakat bisa bertransaksi dalam berbagai situasi.
Ada eksplorasi penerbitan CBDC atau Rupiah Digital yang dilakukan berdasarkan enam tujuan yaitu:
- Menyediakan alat pembayaran digital yang risk-free menggunakan central bank money.
- Memitigasi risiko non-sovereign digital currency.
- Memperluas efisiensi dan ketahapan sistem pembayaran, termasuk cross border.
- Memperluas dan mempercepat inklusi keuangan.
- Menyediakan instrumen kebijakan moneter baru.
- Memfasilitasi distribusi fiscal subsidy.
Penerbitan CBDC juga membutuhkan tiga pre-requisite yang perlu dipastikan untuk dimiliki suatu negara:
- Desain CBDC yang tidak mengganggu stabilitas moneter dan sistem keuangan. 2. Desain CBDC yang 3i (Integrated, interconnected, and Interoperable) dengan infrastruktur FMI-Sistem Pembayaran.
- Pentingnya teknologi yang digunakan pada tahap eksperimen untuk memahami bagaimana CBDC dapat diimplementasikan (DLT-Blockchain dan non-DLT).
Tantangan Penerbitan Rupiah Digital
Teguh mengharapkan CBDC bisa meningkatkan sistem moneter tradisional melalui transmisi kebijakan fiskal yang lebih mudah, sambil membantu market kripto dengan menjembatani kesenjangan antara layanan keuangan tradisional dan keuangan terdesentralisasi (DeFi). Selama ada interoperabilitas antara CBDC dan infrastruktur kripto yang ada, akan ada jalan tengah di mana keduanya dapat hidup berdampingan.
Baca juga: CBDC dan Aset Kripto Bisa Tingkatkan Inklusi Keuangan di Indonesia
“Seperti yang dikaji oleh beberapa bank sentral, termasuk Reserve Bank of Australia, sedang menjajaki pengembangan bentuk CBDC pada platform berbasis Ethereum. Artinya, CBDC bisa menggunakan blockchain sebagai infrastruktur tenologinya, sama seperti kripto,” jelasnya.
Maka dari itu, ASPAKRINDO sebagai pemain yang sudah familiar dengan teknologi blockchain, siap melakukan diskusi dengan stakeholder untuk tahap eksperimen memahami bagaimana CBDC dapat diimplementasikan, baik menggunakan teknologi DLT-Blockchain maupun non-DLT.
“Dengan terbitnya CBDC, masyarakat bisa mengenal lebih tentang aset kripto dan blockchain. Mereka bisa mengetahui soal regulasi dan tujuan dari penggunaan aset kripto di Indonesia yang hanya sebatas komoditi bukan alat pembayaran. Kripto dapat diperdagangkan sebagai instrumen investasi,” terangnya.
Risiko yang Perlu Diantisipasi Penerbitan Rupiah Digital?
Pertama, bisa dari penerapan teknologi yang digunakan, baik nantinya BI akan menggunakan teknologi blockchain (desentralisasi) atau konvesional (sentralisasi). Pemilihan teknologi ini akan berkaitan dengan sistem keamanan dan privasi, serta kecepatan transaksi.
“Selanjutnya, CBDC memerlukan kerangka peraturan yang kompleks termasuk perlindungan konsumen dan standar anti pencucian uang yang perlu dibuat lebih kuat sebelum mengadopsi teknologi ini. Misalnya aturan mengenai hak privasi konsumen, memberikan transparansi yang diperlukan untuk mencegah aktivitas kriminal, serta membangun model transaksi yang tepat, seperti verifikasi identitas,” ungkap Teguh.
Baca juga: PBB Imbau Negara Berkembang Rancang Regulasi Kripto
CBDC sebagai alat pembayaran yang bisa diakses secara luas, harus bisa dengan mudah dipindahtangankan antara pelanggan/konsumen dari perantara berbeda. Sistem pembayaran yang lebih efisien ini memungkinkan uang bergerak bebas di seluruh sektor perekonomian.
Kemudian, satu hal yang menarik belajar dari CBDC yang di terbitkan oleh Baham yaitu Sand Dollar. CBDC mereka punya sistem fungsi offline, jika komunikasi antar pulau terputus. Ada perlindungan yang memungkinkan pengguna melakukan pembayaran dengan nilai dolar yang telah ditentukan sebelumnya, saat akses komunikasi ke jaringan Sand Dollar terganggu. Dompet akan diperbarui terhadap jaringan setelah komunikasi terjalin kembali.
“Bahama juga melakukan pembatasan CBDC hanya untuk penggunaan domestik. Sand Dollar hanya untuk penggunaan domestik dan dilarang diterima oleh penerima pembayaran non-domestik. Peredaran Sand Dollar juga dibatasi, hal ini untuk menjaga stabilitas keuangan,” pungkasnya.
-
Academy2 days ago
Apa itu Magic Eden (ME)? Panduan Pemula untuk Airdrop ME Token
-
Altcoin News3 days ago
Harga Pepe Coin Meroket! Whale Borong, Apa yang Sedang Terjadi?
-
Altcoin News1 day ago
4 Kripto yang Harus Dipegang Sebelum Ethereum Memulai Altseason
-
Altcoin News2 days ago
Stablecoin Ripple RLUSD Disetujui Pemerintah, Harga XRP Melonjak