Connect with us

Blockchain

Blockchain: Dari Bitcoin untuk Bank Sentral Tiongkok

Published

on

Seorang pejabat senior di Bank Sentral Tiongkok (PBOC) mengumumkan pada pertemuan China Finance 40 Group pada 10 Agustus lalu, bahwa negara itu akan segera meluncurkan mata uang digital bank sentral (Central Bank Digital Currency/CBDC).

Mu Changchun, Wakil Kepala Divisi Pembayaran dan Penyelesaian PBOC menyatakan bahwa rancangan CBDC sudah tersedia dan divisi riset di PBOC telah sepenuhnya mengadopsi arsitektur blockchain untuk mata uang tersebut. CBDC itu tidak akan sepenuhnya bergantung pada arsitektur blockchain murni, sebab mata uang tidak memungkinkan memenuhi kebutuhan ritel. Menurut Changchun, mata uang tersebut telah dalam tahap penelitian dan pengembangan sejak 2014.

Daftar Isi

“CBDC menggunakan dua tingkat pada struktur operasionalnya, di mana bank sentral adalah struktur lapis pertama dan sejumlah bank komersil adalah lapis kedua. Sistem ini (dan menggabungkan teknologi blockchain) ini sangat cocok untuk negara kita dan melancarkan sistem pengiriman uang digital,” kata Changchun seperti yang dilansir dari TheBlockCrypto.

Sistem dua tingkat seperti itu sangat disukai oleh Tiongkok, karena tingkat ekonominya yang semakin kompleks, dengan wilayah yang sangat luas dengan populasi penduduk yang banyak.

Pada pertemuan yang sama, Ketua UnionPay China Shaofu Jun mengatakan bahwa tujuan CBDC Tiongkok akan sulit dicapai. Jika disebutkan CBDC dapat menyelesaikan masalah yang terkait dengan transaksi dana lintas negara, jeda waktu yang lama dan ketidakefisienan pada sistem yang lama, dan kurang jelas proses operasional, termasuk kerangka kerja peraturan yang rinci, maka CBDC akan sulit diatasi.

Bukanlah rahasia umum jikalau Tiongkok mengadopsi teknologi blockchain sejak lama. Teknologi yang kali pertama diterapkan pada sistem uang elektronik Bitcoin tersebut, oleh Tiongkok dipelajari, diteliti dan dikembangkan secara seksama agar proses transaksi lintas bank menjadi lebih efisien.

Lintas Bank Sentral
Percobaan CBCD lainnya yang terhitung sukses adalah kerjasama Bank Sentral Kanada dan Singapura pada awal Mei 2019 lalu. Bank Sentral Kanada (BOC) dan Bank Sentral Singapura (MAS) mengklaim telah berhasil mengujicoba teknologi blockchain untuk pembayaran lintas negara. Ujicoba itu disebutkan menggunakan “mata uang digital” yang diterbitkan oleh bank sentral.

“Ini adalah ujicoba pertama oleh kedua bank sentral dan memiliki potensi untuk meningkatkan efisiensi dan menekan resiko pembayaran lintas negara,” sebut Bank Sentral Singapura melalui situs webnya, Kamis (02/05).

Kedua bank sentral itu sebenarnya sudah meneliti dan mengembangkan teknologi itu sejak tahun 2016 melalui Proyek Jasper-Ubin. Proyek itu mengacu pada penerapan dua teknologi blockchain yang berbeda. Sistem yang digunakan pada BOC berjalan pada platfrom Corda. Sedangkan di MAS adalah Quorum. Proyek Jasper-Ubin juga didukung oleh Accenture dan JPMorgan, bank besar yang belum lama ini membuat token digital berbasis blockchain, JPCoin.

Memang tak semua negara mendukung CBDC alias Central Bank Digital Currency. Namun, bank sentral sejumlah negara seperti Kanada, Singapura dan Inggris mengusulkan CBDC sebagai salah satu solusi yang dapat diterapkan untuk memecahkan tantangan yang dihadapi ketika melakukan pembayaran lintas negara.

Berdasarkan studi Monetary Authority of Singapore (MSA), Bank of England dan Bank of Canada, CBDC dapat berupa Wholesale-CBDC (W-CBDC). Konsep yang satu ini menawarkan berbagai keuntungan termasuk ketersediaan layanan selama 24 jam, anonimitas dan menghilangkan risiko kredit counterpary bagi partisipan sistem.

Laporan tersebut, yang juga menerima masukan dari bank komersial, seperti United Overseas Bank, HSBC, Toronto-Dominion Bank dan Oversea-Chinese Banking Corporation, menguraikan tiga model W-CBDC yang dapat diterapkan dengan kriteria berdasarkan jangkauan geografis atau keterterimaan.

Model W-CBDC pertama adalah “currency-specific”, yang hanya dapat dikirimkan dan dipertukarkan di dalam negara asal, tetapi tidak ke wilayah lain. Model ini menempatkan bank sentral menyediakan dompet untuk W-CBDC dalam mata uang lokal. Bank-bank komersial akan diminta untuk membuka dompet dengan berbagai bank sentral yang menerbitkan mata uang yang ingin mereka pegang.

Dalam model kedua, tiga bank sentral mengusulkan W-CBDC “currency-specific”, yang akan dapat dikirimkan dan ditukar di luar wilayah domestik. Dengan model ini, setiap bank sentral akan diminta untuk menawarkan dukungan ke beberapa token W-CBDC. Dengan demikian, bank-bank komersial memegang sejumlah dompet W-CBDC bersama bank sentral lokal.

Model ketiga melibatkan satu W-CBDC umum yang didukung oleh berbagai mata uang. Alhasil uang  dapat dikirimkan dan dipertukarkan di semua wilayah yang berpartisipasi.

“Model ketiga ini memiliki kelemahan, karena membutuhkan dukungan oleh sejumlah mata uang. Model ini takluk pada volatilitas pasar, potensi manipulasi dan aktivitas investasi. Selain itu, analisis kami menunjukkan, bahwa laju adopsi dapat terhambat oleh kerumitan penambahan mata uang baru ke pihak yang mendukung W-CBDC,” tulis laporan itu.

Secara keseluruhan, laporan tersebut mencatat, ketiga model baru ini menawarkan efisiensi dan kenyamanan. Setidaknya jikalau bercermin pada pertumbuhan pembayaran lintas negara saat ini yang belum menggunakan W-CBDC. Nilai global pembayaran lintas negara, baik berskala korporasi maupun ritel, diproyeksikan tumbuh sebesar 5,5 persen setiap tahun untuk mencapai angka US$30 triliun pada tahun 2022. Angka itu naik dari US$ 22 triliun pada tahun 2016.

Christine Lagarde ketika menjabat sebagai Direktur Pelaksana IMF pun pernah menggulirkan wacana CBDC ia menyarankan agar bank sentral mempertimbangkan membuat uang digital sendiri.

Advertisement

Maksud Lagarde, uang digital itu berbasis teknologi blockchain, tetapi dikendalikan oleh negara. Atau dengan kata lain, uang fiat dialihwujudkan menjadi murni digital selayak Bitcoin. Alasan utamanya adalah soal penghematan biaya, karena dengan blockchain, pengiriman uang lintas negara jauh lebih cepat daripada bank konvensional saat ini.

Namun demikian, Lagarde menolak uang digital itu nantinya berfitur full privacy, seperti yang diusung oleh sebagian uang digital berbasis kriptografi (kripto) yang dibuat oleh perusahaan rintisan (startup company).

Dikritik

Peneliti Fed Aleksander Berentsen dan Fabian Schar menulis, bahwa bank sentral bisa dengan mudah membuat dan menerbitkan kripto mereka sendiri. Tetapi mereka juga menyatakan, “Di sisi lain, sifat-sifat kripto merupakan tanda bahaya bagi bank sentral. Yaitu, tidak akan ada bank sentral yang punya insentif untuk menerbitkan uang virtual anonim. Risiko reputasinya terlalu tinggi.”

BERITA TERKAIT  Debat (Lagi) Bitcoin versus Emas

Berentsen dan Schar mengatakan, membuat regulasi KYC dan anti pencucian uang yang ketat penting demi mencegah kartel narkoba, teroris dan pihak kriminal lainnya memanfaatkan sifat kripto yang bebas mengalir.

Lebih dari itu, mereka merasa bank sentral akan jadi “munafik” ketika meminta bank ritel dan komersial menerapkan dan mengawasi regulasi tersebut, tetapi bank sentral sendiri tidak melakukannya.

Kedua peneliti tersebut menjelaskan, sentralisasi akan dibutuhkan di sebuah kripto bank sentral sehingga tidak bisa lagi disebut kripto, melainkan uang elektronik biasa. Berentsen dan Schar berkata menyebut CBDC sebagai kripto adalah sebuah kekeliruan.

“Jika kita menghilangkan sifat desentralistik sebuah kripto, tidak banyak yang tersisa. Uang virtual yang sentralistik dan diterbitkan secara sepihak oleh bank sentral disebut uang elektronik bank sentral. Uang jenis ini sudah bisa diterbitkan sejak dulu. Teknologi untuk menerbitkan uang virtual secara sentral sudah ada jauh sebelum penciptaan blockchain,” jelas Berentsen dan Schar.

Karena itu, pejabat Fed tidak melihat pentingnya menerbitkan kripto nasional atau uang elektronik dalam bentuk lain. Jika mereka mau, The Fed sudah bisa melakukannya jauh sebelum Satoshi menciptakan Bitcoin dan lahirnya kripto-kripto lain.

Adalah aspek desentralistik kripto yang membuatnya sangat unik dan digemari. Sebagai contoh, Bitcoin bersifat desentralistik sehingga tidak butuh pengaturan dari badan atau lembaga tunggal, memiliki algoritma ekonominya sendiri, transparan dan netral, aman dan terpercaya dan memiliki tingkat privasi yang memadai.

Dunia tidak butuh kripto bank sentral karena sudah ada Bitcoin dan beragam kripto lainnya yang terus-menerus dikembangkan dan diperbaiki oleh komunitas kripto. Kripto terbitan publik menyediakan keunggulan yang tidak bisa diberikan bank sentral dan pemerintah, dan tampaknya Federal Reserve menyadari hal tersebut. [red]

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Popular