Connect with us

Blockchain

Mau Belajar Blockchain di Korea Utara? Ini Syaratnya

Published

on

Belajar teknologi blockchain bisa di negara mana saja, termasuk di Pyongyang, Korea Utara. Anda mau belajar blockchain di negara komunis, sahabat Indonesia itu? Ini syaratnya.

“Pyongyang Blockchain and Cryptocurrency Conference” sebelumnya digelar oleh Pemerintah Korea Utara pada April 2019 lalu. Tapi, tak banyak yang tahu apa hasil dari konferensi itu, kecuali kabar soal Virgil Griffith, Direktur Proyek Khusus di Yayasan Ethereum yang dituduh oleh FBI membantu Korea Utara guna menghindari sanksi Amerika Serikat dengan cara menggunakan blockchain Ethereum. Virgil memang hadir di sana sebagai pembicara.

Maklumlah, awak media memang tak diperkenankan hadir sebagai peserta, termasuk pada konferensi 22-29 Februari 2020 mendatang. Dan lagi, peserta yang direstui ikut, disaring dengan sejumlah syarat-syarat yang terhitung ketat.

“Siapapun bisa ikut serta dalam konferensi ini, kecuali warga negara Korea Selatan, Jepang dan Israel. Untuk menjaga kerahasiaan para peserta, perusahaan asing dan lokal yang terlibat dalam konferensi ini, jurnalis tidak diizinkan hadir,” sebut panitia dalam situs web resminya.

Ada juga sejumlah syarat khusus bagi peserta, pembicara dan sponsor. Untuk peserta, misalnya diwajibkan menyertakan informasi berikut ini: Gambar halaman utama paspor, alamat lengkap, nomor telepon, jabatan, asal perusahaan dan profesi. Khusus calon pembicara harus menyertakan berkas presentasi yang nanti disampaikan kepada audiens.

Soal biaya bagi peserta dan pembicara terhitung “sangat wah” untuk ukuran Indonesia, yakni 3.400 euro atau setara dengan Rp53 juta. Tapi duit sebanyak sudah termasuk fasilitas lain yakni, tiket penerbangan pulang pergi Beijing-Pyongyang, biaya menginap selama 7 malam, makan 3 kali sehari, jasa penerjemah Korea-Inggris dan transportasi, termasuk tentu saja kesempatan bertandang ke sejumlah tempat wisata yang disebutkan “eksotis”.

Konferensi blockchain di Korea Utara itu dibantu oleh Alejandro Cao de Benos, seorang pegiat politik asal Spanyol. Dia memang punya hubungan erat dengan Korea Utara. Di Pemerintahan Korea Utara, Alejandro didaulat sebagai “duta budaya” (Special Delegate for the Communication for Cultural Relations Government of the DPR of Korea).

Dalam percakapan kami dengan Alejandro pada November 2018 lalu melalui surel, dia tegaskan begini, “Dear sir. We are sorry, but no media will be allowed in this first conference. For questions related to our DPRK Government side, I can answer you. For questions about the conference itself and its content, please contact: [email protected].” [vins]

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Popular